Dunia Tuli || Opini

Kali ini aku mau menceritakan pengalaman aku saat pertama kalinya bertemu dengan teman - teman Tuli dan itu pun dengan jumlah yang cukup banyak karena sebelumnya aku tidak pernah bertemu dengan teman - teman Tuli.

Kenapa aku memulai ingin menceritakan mengenai Dunia Tuli? Karena aku sendiri juga Tuli dan aku tidak pernah menganggap diri aku kalau aku Tuli. Kok bisa? Iya karena aku tidak mau fokus sama kekurangan aku yang mana bisa menghambat aku untuk terus berkarya.

Okey, lanjut ke topik mengenai pertama kalinya aku bertemu dan saling berinteraksi dengan teman - teman Tuli. Tepatnya pada tahun 2016 dimana aku pergi ke sebuah kota yang sangat ramah tamah karena aku ingin merantau dan mencati pengalaman serta bekerja. Dan pengalaman yang baru pun dimulai. Aku bertemu dengan teman - teman Tuli di Komunitas Seni Tuli yang berlokasi di Yogyakarta. Kalian pasti tau lha karena ini sudah cukup terkenal di seantero Indonesia.

Saat pertama kali aku bertemu dengan teman - teman Tuli rasanya aku sudah merasa senang bahwa aku tidak sendiri alias aku punya teman banyak yang senasib dengan aku. Dan aku pun mencoba berinteraksi dengan mereka karena sebelumnya aku berinteraksi kebanyakan dengan orang dengar. Sejak kecil aku sudah terbiasa berinteraksi dengan teman - teman dengar akan tetapi yang ada banyak diskriminasi yang aku dapatkan. Akan tetapi saat masuk perguruan tinggi semua banyak yang menerima aku, aku merasa seolah aku sudah menerima diri kalau aku Tuli. Akan tetapi dunia aku pun berubah semenjak aku pindah ke luar kota karena pekerjaan dan mencari pengalaman setelah lulus.

Nah, di lingkungan yang serba baru ini aku pun berbanding terbalik dan mengalami culture shock karena perbedaan budaya yang aku dapatkan. Bahkan aku pun sangat sulit untuk berinteraksi dengan teman - teman Tuli karena aku sama sekali gak paham dengan bahasa mereka. Aneh banget ya? Aku sendiri Tuli tapi aku tidak paham dengan apa bahasa mereka. Dan aku sedikit paham dengan gestur dan maksud gerak gerik dari mereka.

Karena aku bergantung dengan alat bantu dengar atau hearing aids yang aku pakai makanya aku sudah terbiasa dengan berkomunikasi menggunakan bibir maupun oral. Terkesan sombong ya? Eiiittssss... tunggu dulu. Aku disini juga berniat buat mempelajari budaya mereka dan berharap aku juga bisa diterima dari bagian mereka karena aku merasa bahwa aku sama dengan mereka (Tuli)

Dan perjalanan pun dimulai. Aku mengenal seorang teman,  Zakka. Tapi sejujurnya aku sudah mempelajari bahasa isyarat dengan teman dunia maya dan bertemu satu kali di Jogja,  dia namanya alm. Fani. Aku merasa alm. Fani sudah mendorong aku untuk kenal teman teman Tuli dan itu pun aku merasakannya sampai aku niat untuk belajar bahasa isyarat. Oiya,  berbalik lagi ke Zakka,  aku kenal dia sudah cukup lama srmenjak ada acara di Kulonprogo. Karena dia orangnya humble dan mau ngasih waktu luang untuk mengajari aku bahasa isyarat.

Susah dan agak rumit memang. Tapi seru dan aku pun niat sekali untuk belajar bahasa isyarat. Tidak hanya itu aku pun jadi bisa leluasa untuk berkomunikasi dengan teman teman Tuli lainnya. Sampai kurang lebih 6 bulan aku pun bisa menguasai beberapa kosa kata isyarat yang diajarkan oleh Zakka sendiri. Dan alhamdulillah aku bisa menguasainya meskipun hanya beberapa.  Ada terbesit rasa bangga pada diri aku untuk bisa berkomunikasi bahasa isyarat. Tapi aku akan tetap terus belajar dan berusaha untuk bisa berkomunikasi dengan teman teman Tuli lainnya. 😍😍

Next aku post Keseruan aku berkomunikasi dengan teman teman Tuli ya hehee

Comments

Popular Posts